Jakarta –
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengelola utang luar negeri. Menurutnya semakin banyaknya utang luar negeri akan berdampak pada kemampuan untuk membayar utang.
“Pemerintah harus menghentikan ketergantungan terhadap utang luar negeri dan pengeluaran negara difokuskan pada sektor yang memberikan dampak langsung kepada ekonomi rakyat, dan menyelesaikan pandemi COVID-19,” ujar Syarief Hasan dalam keterangannya, Minggu (21/2/2021).
Ia pun merunut pada data yang dirilis Bank Indonesia terkait utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV-2020 tercatat sebesar US$ 417,5 miliar atau tumbuh 3,5% (YoY). Jumlah ini meningkat dari kuartal III-2020 yang tercatat sebesar US$ 408,5 miliar. Tahun ini pemerintah juga akan meningkatkan lagi belanja anggaran infrastruktur dengan utang baru.
Politisi Partai Demokrat ini pun mengingatkan pemerintah terkait rasio utang luar negeri (ULN) terhadap Produk Domestik Bruto yang hampir mencapai 40%. Saat ini, rasio ULN terhadap PDB yang mencapai 39,4% dan mendekati 40%. Namun utang negara-negara lain dijadikan andalan utama alasan bahwa negara-negara lain Debt rationya masih jauh lebih tinggi dari Indonesia.
“Namun pemerintah lupa bahwa negara-negara tersebut Income per capita nya jauh lebih tinggi dari Indonesia dan rakyatnya yang miskin jumlahnya sangat kecil, serta kemampuan membayar utang-utangnya sangat tinggi,” ungkap Syarief.
Ia juga mendorong Indonesia belajar dari negara lain yang lebih mapan dalam mengelola ULN. Misalnya Korea Selatan yang memiliki ULN hanya 28% dari PDB, padahal jumlah SDA dan SDM-nya lebih sedikit.
“Hal tersebut disebabkan karena Korsel fokus pada pengembangan industri yang berkontribusi pada perekonomian, bukan hanya sekadar perhatian utama kepada infrastruktur keras,” ujarnya.
Syarief menilai besarnya utang negeri yang dimiliki Indonesia seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah untuk dikelola dengan baik dengan mengurangi anggaran belanja infrastruktur saat ini.
“Utang luar negeri yang semakin membludak akan semakin membebani keuangan negara di tengah Pandemi COVID-19 dan akan menimbulkan banyak masalah di bidang ekonomi di kemudian hari,” ucap Syarief.
Apalagi, dari keseluruhan ULN tersebut masih didominasi utang luar negeri jangka panjang senilai kurang lebih US$ 353,56 miliar. Menurutnya utang luar negeri yang didominasi utang jangka panjang sangat berbahaya dan membebani generasi berikutnya. Ia pun mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi kembali sektor-sektor yang paling menyedot ULN.
“Pemerintah harus mampu melihat sektor UMKM sebagai skala prioritas dalam pemulihan ekonomi, bukan hanya sektor-sektor industri besar dan infrastruktur yang banyak menyedot ULN namun kurang berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi nasional,” katanya.
(akn/hns)