Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menilai, keberhasilan polri dalam menjalani tugas tidak bisa dilepaskan dari peran dan kontribusi pers tanah air.
Hal itu disampaikan Alumnus Akademi Kepolisian 1991 dalam diskusi virtual dalam peringatan hari kebebasan pers dunia, Pewarta Foto Indonesia (PFI) menggelar diskusi daring bertema Sinergitas Pers dan Polri yang digelar pada Sabtu (8/5).
“Publik akan terus membutuhkan informasi yang andal dan terverifikasi melalui kerja jurnalis yang profesional serta independen. Maka, sinergitas dibutuhkan untuk membangun kepercayaan publik,” kata Rusdi melalui siaran pers yang diterima, Minggu (9/5).
Rusdi menyebut, 60 persen publikasi mengenai kinerja polri disumbang dari pers. Sementara dari internal Polri hanya sekitar 20 persen.
“Sehingga secara jujur Polri melihat posisi strategis dari menjadi suatu yang tidak mungkin dijauhkan Polri,” terangnya.
Rusdi menambahkan, sinergitas harus tetap dijaga antara pers dengan polri. Tujuannya agar bermanfaat bagi bangsa, negara, serta masyarakat.
“Ketika masing-masing dilaksanakan saya yakin sinergitas itu akan terbangun,” imbuhnya.
Antara Pers dan Polri harus saling memegang teguh kesepahaman yang dibuat. Terlebih antara Polri dan dewan pers sudah memiliki nota kesepahaman.
“Ini sangat penting. Karena bagaimanapun pers maupun Polri sebagai manusia, makhluk yang unik. Dalam bekerja di lapangan, pasti ada kesalahpahaman. Namun, kita bisa selesaikan secara beradab,” katanya.
Polri terus berupaya membangun kebersamaan dengan media. Salah satunya melalui program visit media, coffe morning di Mabes Polri, dan Talkshow dengan televisi.
Pada kesempatan yang sama, Pengamat Media Universitas Airlangga Surabaya, Rachmah Ida bicara mengenai konsep kebebasan pers. Setiap negara berbeda.
“Menyesuaikan rezim politiknya. Di Indonesia, kebebasan pers sudah tertulis di Undang undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan tercantum di Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28, bahwa kebebasan itu adalah hak segala bangsa, hak setiap orang masyarakat,” imbuhnya.
Indonesia berkali-kali menyatakan kebebasan pers. Tapi, nyatanya, secara praktik kebebasan itu selalu diterjemahkan secara sepihak oleh rezim yang berkuasa.
“Kebebasan pers tidak pernah ketemu antara insan pers dengan rezim politik yang berkuasa,” tambahnya. [noe]
sumber : Merdeka.com