Jakarta – Kontroversi seputar penggunaan bantuan sosial (Bansos) sebagai alat politik semakin memanas. Film dokumenter yang dirilis pada hari Ahad, 11 Februari 2024, dengan judul Dirty Vote, menyoroti praktik dugaan kecurangan Pemilu yang melibatkan Bansos dan keterlibatan Presiden Joko Widodo dalam skema ini.
Dalam film tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menegaskan bahwa politik gentong babi atau pork barrel politics telah meracuni ranah politik di Indonesia. Menurutnya, konsep ini mencerminkan praktik politik yang menggunakan uang negara untuk memperoleh dukungan politik, serupa dengan para budak yang berebut daging babi dalam sebuah gentong pada masa perbudakan di Amerika Serikat.
Bivitri menjelaskan bahwa Bansos telah dijadikan alat politik oleh pemerintah, terutama menjelang Pemilu 2024. Dia menyoroti penggunaan anggaran Bansos yang dinilai berlebihan, dengan pengeluaran mencapai triliunan rupiah untuk berbagai program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Indonesia Pintar (PIP), dan bantuan langsung tunai (BLT) El Nino.
Baca juga: Ganjar Pranowo: Harapan Baru Indonesia Menuju Kepemimpinan Rakyat
Tidak hanya itu, sepanjang tahun sebelumnya, Jokowi telah mengalokasikan dana besar untuk program-program serupa, yang menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan dana publik untuk kepentingan politik tertentu.
Bivitri juga menyoroti penyaluran Bansos yang tidak transparan dan tidak sesuai dengan struktur kenegaraan yang seharusnya ditangani oleh Kementerian Sosial. Dia menunjukkan bahwa data kemiskinan yang seharusnya menjadi dasar penyaluran Bansos tidak digunakan secara tepat, mungkin karena alasan politis.
Film Dirty Vote juga mengangkat isu-isu lain terkait kecurangan dalam Pemilu, termasuk penunjukkan kepala daerah dan tekanan politik terhadap kepala desa. Selain itu, majunya putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden, juga menjadi fokus perhatian publik setelah terjadi kontroversi terkait aturan syarat usia calon wakil presiden.
Namun, respon dari kubu Prabowo-Gibran terhadap film ini cukup keras. Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman, menuding bahwa film tersebut penuh dengan fitnah dan narasi kebencian yang tidak berdasar. Meskipun demikian, kontroversi ini semakin menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik, terutama dalam konteks politik yang rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
Baca juga: Skandal Etika Pemilu: DKPP Putuskan Ketua KPU Hasyim Asy’ari Bersalah
Sumber: Tempo