Panggungpolitik – Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) kembali melanjutkan pembahasan revisi RUU TNI di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin (17/3/2025).
Pembahasan ini menjadi salah satu tahapan penting dalam proses legislasi untuk memperbarui aturan terkait TNI.
“Senin akan dibahas kembali di parlemen,” ujar anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, Minggu (16/3/2025), sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (17/03).
Menurut Amelia, diskusi dalam Panja RUU TNI masih melibatkan pendalaman pada sejumlah frasa dan substansi untuk mencapai kesepakatan yang sesuai.
Politikus Partai Nasdem tersebut menegaskan bahwa proses revisi RUU TNI dilakukan dengan prinsip supremasi sipil, sehingga kekhawatiran publik dapat diminimalkan.
“UU ini mengedepankan supremasi sipil. DPR dan Pemerintah sangat akomodatif menampung aspirasi masyarakat, sehingga sesungguhnya tidak harus ada yang dikhawatirkan oleh masyarakat,” katanya menjelaskan.
Sebelumnya, pada Jumat (14/3/2025) hingga Sabtu (15/3/2025), DPR mengadakan rapat konsinyering revisi RUU TNI bersama Pemerintah di Hotel Fairmont Jakarta.
Dalam rapat tertutup tersebut, Panja RUU TNI membahas sejumlah poin strategis, termasuk usia pensiun dan kedudukan TNI.
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menyatakan bahwa Panja RUU TNI telah menyelesaikan 40 persen dari 92 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang ada.
“Kemarin lebih banyak dibahas intens itu tentang umur, masa pensiun. Kemudian dibicarakan juga dihitung variabel bagaimana kalau bintara, tamtama, pensiun umur sekian, dan sebagainya,” ungkap Hasanuddin.
Revisi RUU TNI mencakup beberapa usulan perubahan signifikan. Setidaknya ada tiga poin utama yang menjadi fokus, yakni kedudukan TNI dalam struktur kelembagaan, perpanjangan batas usia pensiun prajurit TNI, serta penambahan institusi di kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI.
Namun, pembahasan ini tidak luput dari kritik. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan keberatan terhadap rapat tertutup yang dilakukan DPR dan Pemerintah. Andrie Yunus, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menilai rapat tersebut kurang transparan.
“Pembahasan ini tidak sesuai karena diadakan tertutup,” katanya.
RUU TNI sendiri telah disetujui untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 oleh Rapat Paripurna DPR RI pada 18 Februari 2025.
Penetapan tersebut didasarkan pada Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025. Dengan begitu, revisi ini menjadi bagian dari usulan inisiatif Pemerintah.
Amelia Anggraini menambahkan, DPR dan Pemerintah terus berupaya menjaga kepercayaan publik terhadap TNI selama proses pembahasan berlangsung.
“Kami juga sangat menjaga kepercayaan publik yang sudah baik selama ini terhadap TNI,” imbuhnya.
Pembahasan RUU TNI akan terus berlanjut sebagai bagian dari upaya menciptakan regulasi yang mampu mengakomodasi kebutuhan terkini, termasuk aspirasi masyarakat.
Revisi ini diharapkan dapat memperkuat peran TNI dalam mendukung supremasi sipil serta mewujudkan transparansi dalam penyusunan kebijakan.