Panggungpolitik – Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi mendapatkan bebas bersyarat setelah menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Kepastian ini disampaikan langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, pada Minggu (18/8).
“Iya benar (Setya Novanto) bebas kemarin. Dia bebas bersyarat karena dia peninjauan kembalinya dikabulkan dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun,” ujar Kusnali saat dikonfirmasi.
Alasan Bebas Bersyarat
Menurut Kusnali, keputusan pembebasan ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Setnov, sapaan akrabnya, telah menjalani dua pertiga dari total vonis baru yang dijatuhkan kepadanya, yakni 12,5 tahun penjara.
“Dihitung dua per tiganya itu mendapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” jelasnya.
Meski berstatus bebas bersyarat, Kusnali menegaskan bahwa mantan Ketua Umum Partai Golkar itu masih memiliki kewajiban untuk lapor secara berkala kepada pihak Lapas Sukamiskin. Dengan demikian, pengawasan hukum tetap berjalan meskipun ia tidak lagi mendekam di balik jeruji.
Kronologi Hukuman dan Remisi
Setya Novanto mulai menjalani masa hukuman sejak tahun 2017. Selama menjalani pidana, ia secara rutin mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman sesuai ketentuan yang berlaku bagi narapidana.
“Setnov menjalani hukuman sejak 2017 dan senantiasa ada pengurangan remisi. Dia sudah keluar sebelum pelaksanaan 17 Agustus. Jadi, dia enggak dapat remisi 17 Agustus,” kata Kusnali.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Setya Novanto. Putusan tersebut memangkas hukuman dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara. Tidak hanya itu, MA juga mengubah pidana denda yang semula Rp500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan, menjadi Rp500 juta dengan subsider enam bulan kurungan jika tidak dibayarkan.
Kasus Korupsi E-KTP
Nama Setya Novanto melejit dalam kasus korupsi besar proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011–2013. Ia terbukti menerima keuntungan dari proyek tersebut dan dijatuhi vonis berat. Dalam putusan awal, Setnov dihukum 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, serta diwajibkan membayar uang pengganti senilai 7,3 juta dolar AS.
Kasus e-KTP sendiri menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia, melibatkan banyak pihak dan merugikan negara hingga triliunan rupiah. Setnov yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI menjadi sorotan publik karena dinilai menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri.
Dengan adanya keputusan bebas bersyarat ini, Setya Novanto kini tidak lagi berada di balik jeruji, tetapi masih dalam pengawasan hukum. Statusnya menuntut kewajiban lapor rutin ke Lapas Sukamiskin sebagai bentuk pengendalian agar tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.