Panggungpolitik – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) mendesak pemerintah Indonesia segera melakukan penyelidikan menyeluruh, cepat, dan transparan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam gelombang demonstrasi nasional yang berlangsung pada Agustus 2025.
Juru Bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kekerasan dalam aksi yang terjadi di berbagai daerah. Ia menekankan bahwa aparat keamanan, baik kepolisian maupun militer, harus mematuhi hukum dan prinsip dasar penggunaan kekuatan serta senjata api sesuai standar internasional.
Shamdasani juga menegaskan bahwa hak atas kebebasan berkumpul dan berekspresi adalah pilar penting dalam demokrasi yang wajib dijunjung tinggi.
Selain menyoroti tindakan aparat, PBB juga mengingatkan pentingnya kebebasan pers. Media harus diberi ruang untuk meliput peristiwa secara independen tanpa intimidasi atau tekanan.
Menurut PBB, kebebasan pers menjadi kunci bagi masyarakat untuk memperoleh informasi akurat sekaligus memastikan adanya pertanggungjawaban yang transparan.
Gelombang demonstrasi nasional pada 25 Agustus 2025 berawal dari kekecewaan publik terhadap DPR yang menaikkan gaji dan tunjangan anggotanya. Namun, aksi protes berkembang lebih luas setelah terjadi bentrokan antara massa dan aparat di sekitar Gedung DPR RI.
Kerusuhan kemudian menyebar ke sejumlah kota besar, termasuk Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan. Demonstrasi diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, buruh, pelajar, hingga pengemudi ojek online. Mereka menuntut transparansi kebijakan pemerintah dan mengecam tindakan represif aparat yang dinilai berlebihan.
Puncak ketegangan terjadi pada 28 Agustus 2025 malam ketika sebuah kendaraan taktis Brimob menabrak seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, di kawasan Pejompongan.
Insiden tragis itu merenggut nyawa Affan dan memicu gelombang protes baru. Video kejadian yang beredar luas di media sosial menimbulkan kemarahan, terutama di kalangan komunitas pengemudi ojek online.
Sejak saat itu, massa aksi terpecah di beberapa titik, termasuk Mako Brimob Kwitang dan Polda Metro Jaya. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas tewasnya Affan serta mendesak dihentikannya kekerasan aparat terhadap demonstran.
Menanggapi situasi tersebut, Polda Metro Jaya menggelar patroli skala besar di Jakarta pada 1 September 2025. Sebanyak 350 personel dikerahkan untuk menjaga keamanan di sejumlah titik, mulai dari Jatinegara, Kuningan, Kwitang, Juanda, Tomang, Sunter, hingga Daan Mogot.
Menurut Karoops Polda Metro Jaya, Kombes Pol I Ketut Gede Wijatmika, patroli dilakukan agar masyarakat kembali merasa aman dan bisa beraktivitas tanpa gangguan.
Meski pemerintah Indonesia telah mengambil langkah pengamanan, desakan dari PBB menegaskan bahwa isu pelanggaran HAM tidak bisa diabaikan.
Transparansi dalam penyelidikan menjadi kunci agar kepercayaan publik dapat dipulihkan sekaligus memastikan bahwa setiap tindakan aparat tetap sejalan dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.