Panggungpolitik – Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), secara terang-terangan mengungkapkan sejumlah dugaan praktik korupsi yang terjadi di tubuh Pertamina (Persero) serta anak perusahaannya.
Dalam wawancara terbaru, Ahok mengklaim adanya keterlibatan berbagai pihak, termasuk oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kementerian BUMN, hingga mantan pimpinan Telkom dalam skandal ini.
Dugaan Korupsi Melibatkan Oknum BPK
Ia menyoroti adanya oknum dari BPK yang diduga menjadi “beking” dalam pengadaan zat aditif di Pertamina. Menurutnya, proses pengadaan tersebut tidak dilakukan melalui prosedur yang sah, termasuk tender dan transportasi yang diduga penuh manipulasi.
“Saya curiga ada permainan di sini. Oknum dari BPK ini yang melindungi supaya Pertamina membeli zat aditif melalui jalur transport dan tender yang tidak benar,” ungkap Ahok dikutip dari YouTube Narasi, Senin (03/03).
Dirinya juga membahas pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral), anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura sejak 1992. Ia mempertanyakan mengapa mantan petinggi Petral bisa menduduki posisi strategis di anak perusahaan Pertamina lainnya, Patra Niaga.
“Petral dibubarkan, tapi kenapa orang Petral jadi Dirut Patra Niaga?” tanyanya dalam wawancara di kanal YouTube Narasi, Sabtu (1/3/2025).
Ketika pembawa acara mempertanyakan hal ini lebih lanjut, Ahok memberikan jawaban tegas. “Jangan tanya saya, tanya Menteri BUMN,” ujarnya.
Mantan Wakil Gubenur DKI Jakarta ini juga mengungkapkan bahwa dugaan korupsi terkait zat aditif ini melibatkan mantan Dirut Patra Niaga yang akhirnya diberhentikan.
“Saya curiga ini permainan lama. Bekas Dirut Patra Niaga dipecat karena dia tidak mau tanda tangan pengadaan aditif itu,” ujarnya.
Masalah di SPBU dan Tender Transportasi
Politisi PDIP ini juga mengkritisi sistem tender yang memisahkan pengadaan transportasi dengan zat aditif. Menurutnya, hal ini menyebabkan harga transportasi lebih mahal daripada zat aditif itu sendiri.
“Saya pernah tanya, kenapa tender dipisah antara transport dengan aditif? Akhirnya transport lebih mahal, aditif lebih murah. Ini permainan yang tidak sehat,” tegasnya.
Ahok menambahkan, seorang mantan eksekutif Telkom berinisial MK turut menjadi bagian dari masalah ini. “Saya bilang ke Dirut-nya, kalau enggak tanda tangan, saya laporin. Tapi Dirutnya enggak mau tanda tangan,” ujarnya.
Hambatan sebagai Komisaris
Selama menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (2019–2024), Ahok mengaku menghadapi banyak tantangan, termasuk upaya untuk menghalanginya menjadi Direktur Utama.
“Kalau saya jadi dirut, saya bisa memecat dirut-dirut Sub Holding. Tapi kenapa saya hanya dikurung jadi komisaris? Padahal janji awalnya saya jadi dirut untuk membereskan semuanya,” kata Ahok.
Ia juga menyatakan dirinya tidak takut pada siapa pun selama langkah yang diambil benar. Namun, ia mengaku hanya bisa menjalankan perannya sebatas pengawasan karena tidak diberi wewenang penuh.
Permainan Lama yang Tak Kunjung Usai
Ahok menegaskan bahwa praktik korupsi ini merupakan pola lama yang tidak pernah benar-benar diberantas. Ia juga menyebut banyak pihak yang merasa terganggu dengan kehadirannya di Pertamina, bahkan hingga mengorganisasi aksi demonstrasi terhadap dirinya.
“Permainan lama ini susah dihentikan karena penguasanya sendiri tidak mau membereskan,” pungkas dia.