Wacana mengenai kemungkinan Gibran berkantor di Papua pertama kali mencuat melalui pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Yusril Ihza Mahendra.
Dalam sebuah acara peluncuran laporan tahunan Komnas HAM 2024, Yusril menyebut bahwa ke depan bukan tidak mungkin Gibran akan bekerja dari Papua.
“Bahkan mungkin ada juga kantornya Wakil Presiden untuk bekerja dari Papua menangani masalah ini,” ujar Yusril, dikutip pada Selasa (8/7).
Namun, pernyataan tersebut segera diluruskan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Menurutnya, konsep tugas Wakil Presiden yang mengoordinasikan pembangunan di Papua telah diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, dan tidak mencakup kewajiban berkantor tetap di wilayah tersebut.
“Setahu saya tidak [menetap berkantor]. Konsepnya, konsep undang-undang itu tidak seperti itu. Konsepnya undang-undang itu, yang di sana sehari-hari adalah badan itu,” jelas Tito dalam keterangannya di Kompleks Parlemen, Selasa.
Tito menjelaskan, tugas Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden berkaitan erat dengan peran Kepala Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3) — posisi yang sebelumnya juga dijabat oleh Wapres Ma’ruf Amin.
BKP3 ini dibentuk berdasarkan Pasal 68A UU Otonomi Khusus Papua, dan dipimpin langsung oleh Wakil Presiden bersama sejumlah menteri serta perwakilan dari provinsi-provinsi di Papua.
BKP3 bertugas mengevaluasi program-program pembangunan di Papua dan mendukung percepatan pelaksanaan Otsus. Namun, tugas Wakil Presiden lebih bersifat koordinatif terhadap kinerja anggota dan deputi yang berkantor di Jayapura.
“Sudah disiapkan dari dulu [gedungnya]. Tapi bukan untuk Wapres. Bukan, untuk badan pelaksana eksekutif ini. Badan eksekutif percepatan pembangunan Papua namanya itu,“ ujar Tito menambahkan.
Belakangan, Yusril juga mengonfirmasi bahwa Gibran Rakabuming Raka memang tidak akan berkantor di Papua. Ia menjelaskan bahwa Sekretariat Badan Percepatan Pembangunan Otsus Papua yang berkantor di Papua dibentuk oleh Presiden, dan bukan merupakan kantor Wakil Presiden secara langsung.
“Jadi bukan Wakil Presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua,” tegas Yusril dalam pernyataan resminya, Rabu (9/7).
Lebih lanjut, Yusril menekankan bahwa tugas-tugas Wakil Presiden bersifat konstitusional dan telah diatur dalam UUD 1945. Oleh karena itu, posisi kedudukan Wakil Presiden tetap berada di Ibu Kota Negara, bukan di daerah.
Dengan demikian, meskipun Gibran memiliki tanggung jawab strategis terhadap pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua, kehadirannya akan bersifat koordinatif dan tidak permanen secara administratif di wilayah tersebut.
Langkah ini dinilai selaras dengan mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang serta memperkuat sinergi pusat dan daerah tanpa mengubah struktur konstitusional yang berlaku.