Panggungpolitik – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap temuan mengejutkan terkait praktik kecurangan dalam distribusi dan penjualan beras di Indonesia.
Ia menyebut ada 212 merek beras yang terbukti melanggar standar mutu, melakukan pengoplosan, serta menjual beras curah dengan label premium yang menyesatkan konsumen.
Temuan ini berawal dari adanya anomali harga di tingkat konsumen, yang tidak selaras dengan tren harga di tingkat petani maupun penggilingan.
“Satu bulan lalu itu terjadi penurunan harga di tingkat petani atau penggilingan, tetapi terjadi kenaikan di tingkat konsumen. Ini terjadi anomali,” ungkap Andi Amran Sulaiman dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Gedung DPR, Rabu (16/7/2025).
Padahal, lanjut Amran, produksi beras nasional sedang mengalami surplus hingga 3 juta ton. Dengan kondisi tersebut, seharusnya harga beras tidak mengalami lonjakan.
Kementerian Pertanian (Kementan) kemudian melakukan investigasi menyeluruh dengan memeriksa 268 merek beras di pasaran melalui 13 laboratorium independen, termasuk Sucofindo.
“Ini kami periksa di 13 lab, kami khawatir kalau ada komplain, karena ini sangat sensitif. Ini kesempatan emas bagi Indonesia untuk menata tata kelola beras, karena stok kita besar,” jelasnya.
Hasil investigasi tersebut menemukan bahwa 212 merek beras tidak memenuhi standar. Pelanggaran mencakup pengoplosan antara beras kualitas rendah dengan kemasan premium, manipulasi isi kemasan, hingga pengurangan takaran.
“Kemudian ini 85% yang tidak sesuai standar, ada yang dioplos, ada yang tidak dioplos, langsung ganti kemasan. Jadi, ini semua beras curah, tetapi dijual harga premium,” terang Mentan.
Namun, Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa tidak semua dari 212 merek tersebut merupakan beras oplosan. Sebagian hanya terbukti melakukan kecurangan pada volume dan kualitas.
“Tidak (tidak semua beras oplosan), ada juga yang volumenya kurang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mentan menyebutkan potensi kerugian masyarakat akibat praktik curang ini mencapai Rp99 triliun per tahun.
Kerugian tersebut dihitung dari selisih harga antara beras curah dan beras premium yang tidak sesuai isi kemasan.
“Kalau beras biasa harganya Rp12.000–13.000, terus dijual Rp15.000, merugi nggak konsumen? Ya sudah, kali Rp3.000–4.000 per total, itu data kita kali nilainya yang ditemukan,” jelas Amran.
Kerugian itu, imbuhnya, bahkan bisa lebih besar jika kecurangan ini telah berlangsung selama beberapa tahun.
“Kalau terjadi dua atau tiga tahun, apalagi lima tahun, itu berarti lebih besar lagi. Tetapi yang jelas merugikan masyarakat karena mereknya premium, tapi isinya bukan premium, bukan medium,” tegasnya.
Kementan menilai kasus ini sebagai momentum penting untuk membenahi sistem distribusi dan pengawasan mutu beras di Indonesia. Dengan temuan ini, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berkomitmen menindak tegas pelaku kecurangan dan memastikan hak konsumen terlindungi.