Jakarta – Penahanan aktivis senior Jumhur Hidayat yang jadi terdakwa kasus ujaran kebencian ditangguhkan. Jumhur menceritakan bagaimana kehidupannya selama berada di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Awalnya, Jumhur mengatakan bahwa dirinya merasa kurungannya yang ‘hanya’ tujuh bulan terasa seperti liburan. Pasalnya, sekitar 30 tahun yang lalu, Jumhur pernah merasakan dipenjara selama tiga tahun saat masih menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Saya jujur ya. Saya kan pernah divonis tiga tahun tuh, 32 tahun yang lalu. 30 tahun lebih lah, waktu kuliah di ITB dulu kan. Itu kan 3 tahun. Jadi pas keluar baru berasa itu. Kalau kemarin (tujuh bulan), jujur aja kayak liburan aja gitu. Kalau ditanya kebatinan jadi nggak kaget gitu. Kalau dulu emang agak lama,” ujar Jumhur Hidayat saat ditemui di Kopi Politik, Pakubuwono VI, Jumat (7/5/2021) malam.
Di dalam Rutan Bareskrim Polri, Jumhur mengaku kerap bertemu eks pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. Menurutnya, dia sering menyemangati Rizieq, begitu pula sebaliknya.
“Ya kita saling menyemangati. Sama kawan-kawan FPI lain di dalam rutan,” ucapnya.
Kemudian, Jumhur juga menyinggung pasal yang dianggap karet dalam UU ITE. Jumhur mengklaim ingin berjuang untuk menghapus pasal yang sering digunakan penguasa saat menjerat para pengkritik rezim.
“Saya rasa sih harus (penghapusan pasal karet UU ITE). Mungkin dengan teman-teman. Karena sekarang, apalagi musim Twitter. Twitter ngomong dikit salah, lu pasti bilang nggak lengkap. Udah pasti lah Twitter nggak bisa lengkap. 140 character lu mau nerangin sesuatu, pakai Twitter, pasti nggak lengkap,” tutur Jumhur.
“Jadi siapapun penguasa bisa menggunakan pasal itu. Nah supaya ke depan tidak digunakan, harus di judicial review, dihilangkan pasal-pasal seperti itu,” sambungnya.
Jumhur sendiri direncanakan bakal menjalani vonis pada Juli 2021 mendatang. Dia mengungkapkan akan menghadapi vonis itu secara apa adanya.
“Ya saya jelaskan apa adanya aja. Bahwa saya kritis, iya. Bahwa saya lihat UU Omnibuslaw beberapa hal ada yang bagus, ada pasti dong. Ya pasti (tetap sorot UU Omnibuslaw yang negatif). Ada beberapa yang saya sangat kritis terhadap itu,” beber Jumhur.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah mengeluarkan SE tentang penanganan UU ITE beberapa bulan lalu. Di dalamnya berisi penyelesaian kasus UU ITE, salah satunya secara restorative justice.
Jumhur menilai SE Kapolri itu bagus. Hanya saja, lanjut Jumhur, SE telat dikeluarkan karena dia sudah terlanjur masuk rutan.
“Sebenarnya itu (SE Kapolri) bagus. Tapi telat, gua udah masuk penjara duluan hahahahahahaha. Gua udah masuk, itu baru keluar. Bagus tapi, jadi lebih selektif. Siapa yang pelapor harus jelas, siapa yang diberikan harus jelas. Ya mudah-mudahan kita lihat aja ada perbaikan. Kayaknya sih Kapolri sekarang lagi berusaha memperbaiki beberapa kekurangan sebelumnya,” katanya sambil tertawa.
Untuk langkah politik, Jumhur masih enggan buka suara. Dia menyebut langkah politiknya masih dirahasiakan.
“Nah itu masih rahasia. Mau lewat jalur partai mana itu masih rahasia, tunggu waktunya,” tutup Jumhur.
Sebelumnya, Hakim PN Jaksel mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa kasus ujaran kebencian Jumhur Hidayat. Jumhur kini telah resmi keluar dari tahanan.
“Iya betul, per kemarin keluar dari tahanan Bareskrim. Hakim mengeluarkan penetapan penangguhan penahanan,” kata pengacara Jumhur, Oky Wiratama dari LBH Jakarta, Jumat (7/5).
Ia mengungkap Jumhur telah bebas pada kemarin Kamis (5/5) pada pukul 17.00 WIB. Jaksa langsung melakukan eksekusi terhadap penetapan hakim.
(dwia/dwia)