PanggungPolitik – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, mengumumkan pencabutan darurat militer pada Rabu pagi (4:30 waktu setempat atau 2:30 WIB), hanya beberapa jam setelah Majelis Nasional memberikan suara untuk mengakhiri kondisi darurat tersebut.
Keputusan ini dilakukan sekitar enam jam setelah Yoon Suk Yeol membuat pernyataan darurat yang mengejutkan, di mana ia menuduh oposisi melakukan aktivitas yang dianggap sebagai ancaman terhadap pemerintahan negara.
Deklarasi darurat militer yang disampaikan pada Selasa malam (03/12) sempat mengguncang stabilitas politik di dalam negeri, bahkan menarik perhatian internasional.
“Pukul 11 malam tadi, saya mendeklarasikan darurat hukum militer dengan tekad bulat saya untuk menyelamatkan bangsa menghadapi kekuatan anti-negara yang berusaha melumpuhkan fungsi penting negara dan tatanan konstitusional demokrasi bebas,” ujar Yoon seperti dikutip dari Yonhap, Rabu (04/12).
Namun, tak lama setelah Majelis Nasional menyampaikan tuntutan pencabutan, Yoon segera mengambil langkah untuk mengakhiri darurat tersebut.
Pasukan Militer Ditarik, Situasi Berangsur Normal
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan memastikan bahwa pasukan yang dikerahkan selama darurat militer telah kembali ke pangkalan masing-masing. Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengembalikan situasi ke kondisi normal.
“Dengan tuntutan dari Majelis Nasional untuk mencabut darurat militer, (saya) telah menarik pasukan yang dikerahkan untuk melaksanakan urusan darurat militer,” tambah Yoon dalam pernyataannya.
Namun, Yoon tidak mengendurkan kritiknya terhadap oposisi. Ia menyerukan Majelis Nasional untuk menghentikan aktivitas yang ia sebut sebagai tindakan memalukan yang melumpuhkan fungsi pemerintahan.
Aktivitas ini, menurutnya, termasuk upaya pemakzulan terhadap sejumlah pejabat pemerintah.
Oposisi Tanggapi dengan Kritik Keras
Pencabutan darurat militer tidak menghentikan kritik dari pihak oposisi. Blok oposisi justru semakin gencar menyuarakan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Yoon.
Salah satu pemimpin fraksi dari Partai Pembangunan Kembali Korea, Hwang Un-ha, mengecam keputusan pengerahan militer dan menyatakan niatnya untuk mengajukan mosi pemakzulan terhadap presiden.
“Deklarasi darurat militer yang jarang terjadi ini tidak hanya mengguncang negara, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius di luar negeri,” ujar Hwang.
Pernyataan ini mencerminkan keresahan yang dirasakan oleh banyak pihak terhadap langkah drastis yang sebelumnya diambil oleh Yoon.
Respon Internasional: AS Serukan Penyelesaian Damai
Tidak hanya di dalam negeri, keputusan Yoon juga menarik perhatian Amerika Serikat. Wakil Menteri Luar Negeri AS, Kurt Campbell, mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas situasi di Korea Selatan.
“Kami mengamati perkembangan terbaru di Republik Korea dengan kekhawatiran mendalam,” ujarnya dalam sebuah acara publik.
Campbell menegaskan bahwa aliansi antara Korea Selatan dan Amerika Serikat tetap kuat, tetapi ia berharap perselisihan politik dapat diselesaikan secara damai.
“Kami memiliki harapan dan ekspektasi bahwa perselisihan politik apapun akan diselesaikan sesuai dengan aturan hukum,” tambahnya.
Pernyataan ini menunjukkan perhatian dunia internasional terhadap stabilitas politik di Korea Selatan, yang menjadi salah satu sekutu strategis AS di Asia Timur.
Pencabutan darurat militer di Korea Selatan menunjukkan bagaimana dinamika politik di negara tersebut sedang diuji.
Langkah cepat Presiden Yoon Suk Yeol dalam merespons pemungutan suara Majelis Nasional mencerminkan tekanan besar yang dihadapi pemerintahannya.
Di sisi lain, kritik dari oposisi dan kekhawatiran internasional menjadi indikator bahwa tantangan terhadap stabilitas politik Korea Selatan masih jauh dari selesai.
Baca Juga: Awal Mula Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Umumkan Darurat Militer, Apa Penyebabnya?