Jakarta – Gubernur Papua Lukas Enembe meminta pemerintah pusat meninjau kembali pelabelan KKB sebagai teroris karena akan berdampak pada psikososial warganya. Kantor Staf Presiden menegaskan label teroris bagi KKB bentuk perlindungan terhadap seluruh warga Papua.
“Masyarakat Papua tidak perlu khawatir, baik yang ada di Papua maupun yang ada di perantauan. Pemerintah melabelisasi ini justru untuk melindungi seluruh masyarakat Papua yang selama ini merasa terancam oleh kekerasan yang dilakukan kelompok separatis teroris ini yang tentu saja perlu segera diatasi,” kata Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral kepada wartawan, Jumat (30/4/2021).
Donny menyebut penetapan label teroris yang selama ini disebut KKB sudah sesuai Undang-Undang Nomor 5 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Di situ, kata Donny, dicantumkan ciri-ciri satu kelompok disebut teroris.
“Adapun ciri-ciri itu pertama tentu saja ada organisasinya, yang kedua ada motif politik, yang jelas di situ motif politiknya adalah memisahkan diri dari NKRI, separatisme, dan ketiga menggunakan kekerasan untuk menciptakan rasa takut secara luas di masyarakat,” kata Donny.
Donny menyebut KKB Papua terbukti teroris karena selama ini bukan cuma menyerang aparat penegak hukum atau TNI dan Polri, tetapi juga sasaran-sasaran sipil. Tukang ojek, guru, pendeta, katanya, jadi sasaran KKB Papua. “Jadi ini sudah masuk ke dalam ciri-ciri organisasi teror,” sebut Donny.
Donny menegaskan labelisasi tidak menyasar seluruh masyarakat Papua melainkan hanya terhadap kelompok spesifik yang mengangkat senjata terhadap pemerintahan yang sah. Donny juga menepis kekhawatiran Gubernur Papua.
“Jadi tidak perlu dikhawatirkan akan terjadi gangguan psikososial. Justru masyarakat akan terlindungi karena pemerintah akan mengerahkan sumber daya yang terukur, yang lebih intensif dalam mengatasi kelompok teroris yang selama ini mengganggu keamanan,ketenteraman, kedamaian di bumi Papua,” sebut Donny.
Donny menegaskan labelisasi teroris bukan membuat operasi melawan KKB Papua menjadi operasi militer. Dia menekankan penegakan hukum bakal pro justicia dengan polisi sebagai alat negara yang di depan namun dibantu sumber daya tepat seperti Densus 88 Antiteror dengan TNI sebagia supporting forces atau pendukung operasi.
Soal hak azasi manusia (HAM), Donny menyebut operasi penegakan hukum tetap menjunjung tinggi HAM. Hanya saja, katanya, ketika misalnya terjadi kontak senjata, ada prosedur yang diterapkan.
“Tidak lantas kemudian terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tetapi bahwa ketika kontak senjata tentu ada prosedurnya, jadi polisi tetap akan menaati prosedur ketika memang terjadi kontak senjata terhadap mereka yang selama ini mengangkat senjata terhadap pemerintahan yang sah,” ujar Donny.
“Tapi sekali lagi operasi ini operasi penegakan hukum, mereka yang bersalah akan diajukan ke pengadilan dengan bukti yang cukup. Tapi sekali lagi ini tidak perlu dikhawatirkan ini menjadi sesuatu yang sifatnya militeristik dan menggunakan kekuatan yang masif untuk membasmi kelompok separatis teroris, jadi tetap penegakan hukum dengan menghormati HAM. Lebih terukur, lebih efektif dan diharapkan persoalan ini bisa selesai di Papua,” imbuhnya.
sumber : detikcom